, ,

Akademi Sastra Banggai Gelar Bedah Buku Aku Maleo di Untika Luwuk

oleh -113 Dilihat

Ruang Luwuk– Sebuah sore yang hangat di kampus Universitas Tompotika (Untika) Luwuk menjadi ruang pertemuan antara gagasan, pengalaman, dan imajinasi. Akademi Sastra Banggai, bersama mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, menggelar kegiatan bedah buku Aku: Maleo, sebuah antologi yang lahir dari Akademi Sastra Banggai angkatan kedua.

Buku yang terbit pada Maret 2025 ini memuat ragam karya berupa cerpen, puisi, dan esai dari 14 penulis muda dengan latar belakang yang berbeda-beda. Bagi editor buku sekaligus salah satu penggerak Akademi Sastra Banggai, Reza Nufa, antologi ini bukan sekadar kumpulan tulisan, melainkan jejak perjalanan belajar menulis yang dibangun di “tiga Banggai bersaudara”.

“Akademi Sastra Banggai menjadi ruang belajar menulis bagi generasi muda di wilayah ini. Ia membuka peluang untuk mengasah imajinasi, menyalakan keberanian berkarya, sekaligus mendokumentasikan cerita dari tanah sendiri,” ujar Reza dalam diskusi.

Dari Netra hingga Burung Maleo

Salah satu penulis cerpen dalam antologi ini, Bintang Amanah Setiawan (24), bercerita mengenai tantangan yang ia hadapi saat mencari ide. Menurutnya, menemukan gagasan yang segar sering kali tidak mudah. Namun melalui bimbingan dari Reza dan proses diskusi panjang, ia akhirnya melahirkan kisah Netra.

Cerpen itu mengisahkan seorang perempuan yang hidupnya nyaris tersedot oleh digitalisasi. Seluruh waktunya dihabiskan menatap layar ponsel pintar. Namun, kisah Netra tidak berhenti pada kritik sosial semata. Bintang kemudian menghubungkannya dengan simbol-simbol lokal: burung Maleo yang menjadi ikon Sulawesi, dan upacara adat Molabot Tumpe yang sarat makna kebersamaan.

“Bagaimana memunculkan karya abstrak yang sebelumnya tidak dibayangkan banyak orang—itulah tantangan yang saya coba jawab,” ungkap Bintang.

Puisi dari Percakapan Sehari-hari

Berbeda dengan Bintang, Bella Miranda—salah satu penulis puisi dalam buku ini—menemukan inspirasi dari percakapan sederhana yang ia dengar sehari-hari. Kata-kata yang tampak biasa, menurutnya, bisa menjadi pintu masuk ke dunia puisi.

Jelang Festival Sastra Banggai, ASB Bincangkan Buku Aku: Maleo di Untika Luwuk - Sangalu

Baca Juga: Polres Banggai Ringkus Pria Mabuk Pelaku Penganiayaan di Indekos

“Kadang percakapan kecil yang sering diabaikan justru menyimpan emosi yang dalam. Saya coba menangkap itu, lalu menuangkannya dalam bentuk puisi,” ujar Bella.

Puisi-puisi Bella dalam antologi ini menjadi semacam jeda yang puitis di antara cerita-cerita dan esai, menghadirkan suara lirih yang tak kalah kuat dari prosa.

Tradisi, Imajinasi, dan Masa Depan Sastra Banggai

Antologi Aku: Maleo bukan hanya karya cetak. Ia adalah cermin bagaimana generasi muda Banggai berusaha berdialog dengan tradisi, modernitas, sekaligus realitas sosial yang mengelilingi mereka. Burung Maleo, Molabot Tumpe, hingga fragmen percakapan harian menjadi bahan mentah yang diproses menjadi karya sastra.

Kegiatan bedah buku di Untika Luwuk ini semakin menguatkan posisi Akademi Sastra Banggai sebagai wadah pembelajaran yang hidup. Diskusi berlangsung interaktif: mahasiswa bertanya tentang teknik menulis, cara mengolah ide, hingga tantangan menjaga konsistensi dalam berkarya.

Tahun 2025 menjadi momen penting karena Akademi Sastra Banggai memasuki tahun ketiganya. Reza Nufa menegaskan bahwa program ini akan terus berjalan, dan setiap tahun buku antologi akan diterbitkan sebagai bukti nyata proses belajar.

“Insyaallah antologi berikutnya akan kami luncurkan di Festival Sastra Banggai pertengahan Oktober 2025. Festival ini akan jadi ruang selebrasi sekaligus ajang mempertemukan penulis, pembaca, dan masyarakat luas,” kata Reza.

Shoppe Mall

No More Posts Available.

No more pages to load.